Sebuah
Hadits menerangkan, bahwa pada suatu hari sehabis salat berjama’ah,
Nabi Muhammad SAW menahan para Sahabat dan berkata sbb : “Tamim Dari,
seorang Kristian yang memeluk Islam, ia menceritakan kepadaku tentang
Dajjal, yang cocok dengan apa yang pernah aku ceritakan kepada kamu”.
Lalu beliau menceritakan pengalaman Tamim Dari sbb :
“Pada
suatu hari ia berlayar dengan beberapa orang dari kabilah Lakhm dan
Judham. Setelah berlayar sebulan lamanya, mereka mendarat di sebuah
pulau, dimana mereka berjumpa untuk pertama kali dengan seekor makhluk
yang aneh, yang menamakan dirinya Jassassh (makna aslinya mata-mata).
Jassasah memberitahukan kepada mereka tentang seorang laki-laki yang
tinggal dalam Gereja. Kemudian mereka mengunjungi orang itu dalam
Gereja, yang nampak seperti raksasa, yang tangannya diikat pada
lehernya, dan kakinya diikat dengan rantai, dari lutut hingga mata-kaki.
Mereka bercakap-cakap dengan orang ini, yang tiba-tiba ia bertanya
kepada mereka tentang Nabi SAW, dan ia mengakhiri percakapannya dengan
ucapan: ‘Aku adalah Masihid Dajjal, dan aku berharap semoga aku segera
dibebaskan, lalu aku dapat menjelajahi seluruh dunia, kecuali Makkah dan
Madinah“.
Satu
hal yang sudah pasti ialah bahwa seluruh cerita ini bukanlah kejadian
biasa, melainkan sebuah visiun (ru’yah). Adapun bukti bahwa kejadian
itu terjadi dalam ru’yah ialah adanya kenyataan bahwa Dajjal bertanya
kepada mereka sbb: “Ceritakanlah kepadaku tentang Nabi bangsa Ummi
(bangsa Arab), apakah yang ia kerjakan”.
Pertanyaan
mereka dijawab sbb: “Beliau meninggalkan Makkah dan sampai di
Madinah”. Dalam Hadits lain, Dajjal diriwayatkan bertanya sbb: “Orang
ini yang muncul di antara kamu, apakah yang ia kerjakan?” (Kanzul-Ummal
jilid VII, hal 2024).
Bagaimana
mungkin Dajjal tahu bahwa Nabi bangsa Arab telah muncul? Apakah Dajjal
telah menerima wahyu? Sudah barang tentu tidak. Dan pula tak mungkin
bahwa ini adalah perkara tekaan.
Kejadian-kejadian
lain yang diceritakan dalam Hadits ini, semuanya menguatkan pendapat
bahwa ini terjadi dalam ru’yah. Misalnya, siapakah yang mengikat tangan
Dajjal pada lehernya? Siapakah yang mengikat kakinya dengan rantai?
Bolehkah kami mengira bahwa Dajjal dilahirkan dalam keadaan demikian?
Mengapa jassasah tidak melepas rantai Dajjal? Segala persoalan yang
rumit ini hanya dapat dipecahkan apabila kami menganggap ceritera ini
berasal dari ru’yah Tamim Dari.
Segala
sesuatu yang diketahui oleh Nabi Suci yang berhubungan dengan masalah
ini juga berlandaskan ru’yah. Allah tak pernah membawa beliau ke sebuah
pulau, dan menyuruh beliau melihat Dajjal dengan mata-kepala sendiri.
Sebaliknya, hanya melalui ru’yah sajalah, beliau melihat sifat-sifat
Dajjal. Beliau menyajikan ru’yah Tamim Dari ini, sekadar untuk
memperkuat apa yang diketahui oleh beliau dalam ru’yah sebagaimana
beliau menceritakan juga impian para Sahabat lainnya. Hadits ini memberi
petunjuk kepada kita, di mana tempat-tinggal Dajjal :
1. Ia tinggal di sebuah pulau.
2. Letak pulau ini sejauh satu bulan pelayaran dari Syria.
Masih
ada satu lagi yang orang dapat ketahui dari Hadits ini, yakni, bahwa
pada zaman Nabi, Dajjal sudah ada, tetapi ia belum diizinkan keluar.
Dua
catatan tersebut di atas memberi petunjuk seterang-terangnya akan
tempat-tinggal Dajjal. Sudah terang bahwa Eropa didiami pula oleh
bangsa-bangsa lain, tetapi bangsa Inggeris mempunyai kekuasaan dan
kebesaran yang tak pernah jatuh di tangan bangsa lain di benua itu.
Itulah sebabnya mengapa benua Barat disebutkan secara khusus sebagai
tempat-tinggal Dajjal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar