JAKARTA
- Korban dan keluarga korban peristiwa G 30 S PKI (Gerakan 30 September
Partai Komunis Indonesia) mengecam pernyataan Priyo Budi Santoso agar
kasus hak asasi manusia (HAM) masa lalu sebaiknya dilupakan.
Putu
Oka Sukanta, seorang korban peristiwa 1965, mempertanyakan sikap Priyo
dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPP Partai Golongan Karya sekaligus
wakil ketua DPR RI itu.
"Saya pikir itu pernyataan politis yang tidak bisa melihat sejarah Indonesia.
Golkar seharusnya ikut bertanggung jawab apakah pelaku atau skenario,"
ujarnya di Kantor Kontras, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (25/7/2012).
Putu menduga Priyo menyatakan pernyataan tersebut untuk membersihkan diri dan partainya.
"Kalau dia ngomong itu mungkin maksudnya untuk membersihkan diri. Saya
pernah 10 tahun dipenjara tanpa peradilan. Kenapa mereka diam waktu
itu," lanjutnya.
Korban lainnya, Bejo Untung, mengatakan Orde Baru
harus bertanggung jawab menyelesaikan kasus yang mereka alami. Yang
sampai saat ini tidak pernah mendapat peradilan.
"Sejak tahun 1965
(penangkapan dan pemenjaraan) sengaja tidak diungkap ke publik. Orde
baru berusaha menutup-nutupii sejarah. Ini tidak pernah dikutak-katik.
Kasus kami belum pernah diselesaikan sejak 1965-2012," ujarnya.
"Kami hanya menuntut kejelasan negara telah melakukan kejahatan dan
pembunuhan massal. Kalau memang salah dimana salah kami," tambahnya
lagi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Priyo mengajak masyarakat agar
melupakan pelanggaran HAM masa lalu. Pernyataan tersebut disampaikannya
menyusul rekomendasi Komnas HAM yang menilai ada pelanggaran HAM berat
dalam peristiwa 1965/1966.
"Membuka sejarah lama ini tidak akan menyelesaikan masalah, nanti zaman Ken Arok diungkit malah," ujar Priyo. (tribunnews)
Putu Oka Sukanta, seorang korban peristiwa 1965, mempertanyakan sikap Priyo dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPP Partai Golongan Karya sekaligus wakil ketua DPR RI itu.
"Saya pikir itu pernyataan politis yang tidak bisa melihat sejarah Indonesia.
Golkar seharusnya ikut bertanggung jawab apakah pelaku atau skenario," ujarnya di Kantor Kontras, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (25/7/2012).
Putu menduga Priyo menyatakan pernyataan tersebut untuk membersihkan diri dan partainya.
"Kalau dia ngomong itu mungkin maksudnya untuk membersihkan diri. Saya pernah 10 tahun dipenjara tanpa peradilan. Kenapa mereka diam waktu itu," lanjutnya.
Korban lainnya, Bejo Untung, mengatakan Orde Baru harus bertanggung jawab menyelesaikan kasus yang mereka alami. Yang sampai saat ini tidak pernah mendapat peradilan.
"Sejak tahun 1965 (penangkapan dan pemenjaraan) sengaja tidak diungkap ke publik. Orde baru berusaha menutup-nutupii sejarah. Ini tidak pernah dikutak-katik. Kasus kami belum pernah diselesaikan sejak 1965-2012," ujarnya.
"Kami hanya menuntut kejelasan negara telah melakukan kejahatan dan pembunuhan massal. Kalau memang salah dimana salah kami," tambahnya lagi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Priyo mengajak masyarakat agar melupakan pelanggaran HAM masa lalu. Pernyataan tersebut disampaikannya menyusul rekomendasi Komnas HAM yang menilai ada pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965/1966.
"Membuka sejarah lama ini tidak akan menyelesaikan masalah, nanti zaman Ken Arok diungkit malah," ujar Priyo. (tribunnews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar